Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit degeneratif semakin berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan tetapi juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu prioritas kesehatan. Selain prioritas, yang menjadi masalah lain adalah minimnya pengetahuan masyarakat mengenai apa itu rehabilitasi medis dan ruang lingkupnya. Jadi sebagai tindakan promotif dan preventif dalam kesehatan maka masyarakat perlu mengetahui rehabilitasi medis beserta ruang lingkupnya.
Dalam kamus kedokteran Dorland edisi 29 menyebutkan bahwa rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Jika seseorang mengalami luka, sakit, atau cedera maka tahap yang harus dilewati adalah penyembuhan terlebih dulu. Setelah penyembuhan atau pengobatan dijalani maka masuk ke tahap pemulihan. Tahap pemulihan inilah yang disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis adalah cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada pemulihan fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali normal.
Mengenai sejarah singkat rehabilitasi medis, menurut data yang tersedia di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Mayo Clinic, Rochester, Amerika Serikat, pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York. Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medis. Frank H. Krusen, MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan agar rehabilitasi medis dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran pada tahun 1938.
Ruang Lingkup
Bagian ini akan menjelaskan tentang ruang lingkup rehabilitasi medis. Rephauge (dalam sidiarto 1980) pada seminar internasional I rehabilitasi medis mengatakan bahwa rehabilitasi medis merupakan dasar dan penunjang bentuk rehabilitasi lainnya, seperti rehabilitasi sosial, karya, dan pendidikan. Jika ruang lingkup rehabilitasi medis dipandang sebagai suatu ilmu, maka banyak yang perlu dipelajari dan berhubungan langsung dengan rehabilitasi medis. Beradasarkan pengertian rehabilitasi yang menekankan kepada fungsional, maka rehabilitasi medis tidak bisa terlepas dari cabang ilmu lain seperti : Neuromuskular, Muskuloskeletal, Psikologi, Anatomi, Kenisiologi, Fisiologi, Etika Profesi, dan lain-lain.
Sedangkan, jika ditinjau dari sudut pandang keprofesian, rehabilitasi medis memiliki komponen yang terdiri dari berbagai macam profesi. Dokter spesialis rehabilitasi medis adalah orang yang pada umumnya pertama dikunjungi oleh pasien. Biasanya, dokter akan mengirim pasien ke fisioterapis atau okupasi terapis untuk tindakan pemulihan lebih lanjut.Tugas fisioterapis disini adalah mengukur pergerakan sendi, kekuatan otot, fungsi paru dan jantung, dan mengukur sejauh mana pasien bisa melakukan aktivitas serta pekerjaannya sehari-hari (fremgen dan frucht 2002). Kesemuanya itu dilatih dan dibantu pemulihannya oleh fisioterapis. Sedangkan okupasi terapis bertugas untuk mendampingi pasien untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memulihkan kemampuan yang sangat penting untuk menunjang hidupnya. Namun, okupasi terapis lebih menekankan kepada pelatihan pasien untuk hidup mandiri dan produktif dengan tujuan mencapai hidup yang sejahtera.
Berbeda dengan fisioterapis dan okupasi terapis, ortosis dan prostesis membantu pasien dengan menyediakan alat-alat penunjang pasien untuk hidup mandiri dan produktif. Ortosis adalah orang yang membuat alat bantu untuk beraktivitas, sedangkan prostesis menyediakan alat yang merupakan suatu pengganti organ, misalnya kaki palsu.
Pada kenyataannya, banyak sekali perangkat rehabilitasi medis yang ikut berperan dalam rehabilitasi pasien, misalnya psikolog untuk memotivasi dan melatih pasien retardasi mental, perawat, dan paramedis lainnya. Itu semua tergantung kebutuhan pada masing-masing pasien.
Kegunaan
Cabang ilmu atau profesi rehabilitasi medis ini memiliki peran penting tidak hanya dalam dunia kesehatan sebagai pelengkap cabang ilmu, akan tetapi seperti yang dikatakan Rephauge (dalam sidiarto 1980) ketika seminar rehabilitasi medis internasional bahwasanya rehab medis merupakan dasar sekaligus penunjang rehabilitasi lain, sehingga dengan kesehatan yang sudah pulih maka diharapkan pasien-pasien bisa kembali berkarya, bersosialisasi dengan masyarakat tanpa adanya gap, hidup produktif dan hidup sejahtera.
Sedangkan menurut keilmuan, manfaat ilmu rehabilitasi medis bagi profesi kedokteran adalah melengkapi cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tidak hanya menyembuhkan penyakit pasien saja, tapi juga memberdayakan dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan fisik dan psikososial agar pasien tidak merasa dikucilkan dalam masyarakat dan agar pasien dapat benar-benar beraktivitas seperti normal kembali.
Penutup
Dengan penjelasan mengenai rehabilitasi medis, dapat ditarik kesimpulan bahwa rehabilitasi medis yang telah hadir pada tahun 1930-an dapat dikategorikan ke dalam cabang ilmu kedokteran atau sebagai profesi spesialis kedokteran. Rehabilitasi medis ini menitikberatkan pada pembaharuan dan pemulihan fungsional pasien dari sisi jasmani atau medis yang diprogram untuk menunjang pencapaian kondisi psikososial, karya, dan rekreasi yang normal pula.
Daftar pustaka :
- - Dorland, W.A.N., 2002. Kamus kedokteran Dorland (29th ed.). Hartanto, dkk., 2006 (Alih Bahasa), Jakarta, EGC
- - Sidiarto, L., 1980. Kumpulan Kuliah Neurologi. Jakarta : UI press
- - Fremgen, B., Frucht, S.S., 2002. Medical Terminology. New Jersey : Pearson Education
- - Opitz, J.L., Folz, T.J., Gelfman, R., Peters, D.J., 1997. The history of physical medicine and rehabilitation as recorded in the diary of Dr. Frank Krusen: Part 1. Gathering momentum (the years before 1942. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9111468
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentarnya