*Artikel singkat ini selesai ditulis bertepatan dengan hari G-30-S PKI dan tulisan ini merupakan tugas yang diberikan pada saat praktikum IT di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Dewasa ini, internet sudah menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat. Bahkan, di pedesaanpun kita sudah bisa mendapatkan warung internet alias warnet. Kebutuhan masyarakat akan informasi terus mengalir deras, mereka terkadang tidak menggunakan majalah atau koran dalam memperoleh informasi. Mereka lebih tertarik untuk menggunakan internet sebagai sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan berbagai alasan mereka menjelajah di dunia maya untuk mendapatkan informasi, tapi satu hal yang pasti adalah karena kepraktisan dan kelengkapan sumber informasi
Masyarakat umum pun sudah menjadikan internet sebagai sumber informasi yang terpercaya bagi mereka. Sekarang sebagai mahasiswa kedokteran, yang sudah selazimnya lebih haus akan informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran, maka internet juga terkadang bisa dijadikan andalan untuk mencari sumber informasi yang berkualitas, baik dari dalam maupun luar negeri disamping text book . Keuntungan yang bisa diperoleh mahasiswa kedokteran dari internet sangatlah banyak, tidak hanya informasi, namun juga komunikasi dan transaksi. Keahlian khusus mahasiswa dalam menggunakan internet sebagai sumber belajar kedokteran sangatlah dibutuhkan karena mereka dituntut tidak hanya untuk mendapatkan informasi, akan tetapi mereka juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan sumber informasi tersebut, dengan kata lain, mahasiswa kedokteran harus bisa memilah mana informasi yang terpercaya dan mana yang tidak.
Berikut adalah beberapa manfaat yang bisa didapatkan oleh mahasiswa kedokteran dengan menggunakan internet sebagai sumber pembelajaran :
1.Dapat berkonsultasi mengenai problema klinis yang sedang dihadapi mahasiswa sebagai calon dokter dengan para pakar kedokteran diseluruh dunia, (manfaat internet sebagai media komunikasi)
2.Dapat mengirim naskah ilmiah dan menerima tanggapan dari naskah tersebut hanya dalam beberapa hari, (manfaat internet sebagai media komunikasi dan media informasi)
3.Dapat membaca jurnal-jurnal terbaru atau abstraknya tanpa dipungut biaya, (manfaat internet sebagai media informasi)
4.Dapat memperdalam pengetahuan kedokteran sesuai bidang spesialisasi yang diinginkan, misalkan mempelajari teknik Magnetic Resonance Imaging di Florida, tanpa harus pergi kesana, (manfaat internet sebagai media informasi)
5.Dapat mengikuti diskusi ilmiah atau konfrensi jarak jauh (teleconference) dengan para pakar di seluruh dunia, (manfaat internet sebagai media komunikasi dan informasi)
6.Dapat membuka daftar katalog yang terdapat di toko-toko buku atau penerbit penerbit terkenal dan memesan buku yang dikehendaki dalam waktu singkat, (manfaat internet sebagai media transaksi).
Sebenarnya, jika digali lebih dalam lagi, fungsi dan manfaat internet ini bisa lebih dari itu. Hal itu tergantung dengan keahlian mahasiswa untuk mengeksplorasi dunia maya tersebut sesuai kebutuhan. Dan tidak sedikit pula sebenarnya efek negatif yang bisa ditimbulkan dari internet jika kita tidak bisa menguasai teknologi internet sebagai sumber belajar karena hal itu hanya membuang-buang waktu saja dan kurang efektif.
Oleh karena itu, sekali lagi, mahasiswa kedokteran, yang mengkaji suatu ilmu yang senantiasa terus berkembang, dituntut untuk dapat menguasai teknologi dengan benar dan efektif, terutama dengan internet yang memiliki banyak kelebihan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan membuka cakrawala dunia.
*satu lagi tulisan yang saya buat ini adalah ketika saya dibuat penasaran pada saat diskusi tutorial mengenai apa perbedaan moral, etika, dan hukum kedokteran.Sehingga saya sempat disibukkan untuk mencari referensi yang pas untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dari buku yang saya baca – Etika dan Hukum Kedokteran, karangan Guwandi, S.H -- , saya dapat menarik pemahaman kurang lebih sebagai berikut.
Etika dan hukum memiliki landasan yang sama, yaitu moral. Moral yang menjadi dasar dari etika dan hukum itu bisa berbeda-beda di masyarakat, apalagi kalau sudah meliputi masyarakat dunia. Setiap Negara memiliki nilai-nilai moral yang berbeda. Sebagai bukti dan contoh, di Indonesia prostitusi walaupun saling suka merupakan prilaku yang dianggap tidak bermoral, akan tetapi jika kita lihat di Amerika prostitusi dinilai sebagai hal-hal yang wajar saja walau dilakukan atas dasar saling menyukai. Maka hukum yang menaungi kedua Negara itu pun berbeda, Indonesia menghukum setiap aktivitas prostitusi walaupun suka sama suka, sedangkan di Amerika walaupun di lakukan suka sama suka, mereka tidak mendapat hukuman. Jika dicermati lagi, terlihat bahwa setiap negara memiliki nilai-nilai moral yang berbeda, sehingga begitu juga dengan hukum yang menaungi negara tersebut pun turut berbeda.
Dengan pemahaman awal itu, maka dimanakah sebenarnya letak etika. Etika juga memiliki landasan yang sama dengan hukum, yaitu moral. Tapi etika merupakan sandaran dari nilai-nilai hukum. Setiap nilai-nilai hukum itu pasti termuat dalam etika, mungkin dalam penjelasan ini masih agak sedikit dipahami. Jadi seperti ini, nilai-nilai etika itu hampir seluruhnya dicakup oleh hukum, yang perlu digarisbawahi disini adalah ‘Hampir seluruhnya’, karena tidak semua nilai-nilai etika itu dicakup oleh hukum. Sebagai contoh, etika makan dengan mengangkat kaki di kursi merupakan hal yang tidak beretika, akan tetapi secara hukum itu sah-sah saja, karena hukum tidak mencakup nilai-nilai etika secara keseluruhan. Dengan contoh berbeda, kali ini contoh bahwasanya hukum mencakup nilai-nilai etika. Etika dalam berhubungan sosial adalah harus saling menyayangi dan saling menghormati sesama manusia, dan jika suatu ketika terjadi pembunuhan maka hukum bertindak sebab telah diusik keberadaannya. Itulah bukti keterkaitan antara etika dan hukum yang mendukung pernyataan bahwa kebanyakan nilai-nilai etika itu juga dicakup oleh hukum.
Sekarang, saya ingin mencoba menjelaskan perbedaan antara kode etik dan hukum kedokteran. Sesuai dengan pemahaman pada paragraf sebelumnya bahwasanya etika itu hal-hal yang bisa kita sebut juga tidak baku atau tidak termaktub dalam buku atau apapun karena etika hanyalah anggapan nilai-nilai kepantasan atau tidak. Nah, kode etik itu adalah etika-etika yang tertulis dan tersusun secara rapi. seperti halnya hukum, kode etik juga memiliki pasal-pasal. Pasal-pasal ini digunakan sebagai kode sekaligus patokan jika ada hal yang tidak sesuai dengan etika, khususnya kedokteran, maka dapat langsung disebutkan etika mana dan pasal berapa yang dilanggar. Contohnya, sebagaimana terdapat dalam kodeki(kode Etika Kedokteran Indonesia) pasal 16 disebutkan bahwa setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Dari contoh kode etik tersebut bisa kita telaah lebih lanjut. Jika seorang dokter tidak bisa menjaga kesehatannya, dengan merokok misalnya, maka dokter itu dikatakan melanggar pasal 16 Kode Etik Kedokteran karena tidak memelihara kesehatannya. Akan tetapi, jika ditinjau dari kacamata hukum, maka hal tersebut tidak ada dalam nilai-nilai hukum karena dianggap bahwa hal demikian itu tidak mengganggu ketertiban masyarakat banyak.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kode etik ,dalam profesi kedokteran misalnya, mengatur segala sesuatunya hanya bertujuan untuk menjaga dan memelihara harkat, martabat, serta mutu profesi itu sendiri, dengan kata lain pengaturan internal. Apa pandangan masyarakat jika seorang dokter merokok dan tidak menjaga kesehatannya padahal profesinya sangat mengharamkan rokok itu sendiri? otomatis martabat sebagai seseorang berprofesi dokter itu pun akan jatuh walaupun tidak melanggar hukum. Nah, hal inilah yang ingin dicegah oleh organisasi profesi kedokteran dengan membentuk kode etik kedokteran. Sedangkan hukum itu mengatur lebih kepada ketertiban masyarakat umum.Terlebih lagi, Buku referensi menuturkan bahwa hukum itu tidak mencakup hal-hal atau kejadian yang sifatnya kecil, maksud dari kecil disini adalah hal-hal yang belum mengganggu ketertiban masyarakat, oleh karena itu hukum lebih berorientasi kepada lingkup ketertiban masyarakat umum.
*Singkat saja, tulisan ini saya buat ketika ditugaskan untuk menunjukan bukti-bukti bahwa nilai-nilai pancasila itu telah ada pada zaman nenek moyang kita. Buku yang saya rangkum atau dijadikan referensi adalah buku karangan Prof. Dr. kaelan, Beliau dosen UGM.
Bukti yang menyatakan bahwa nilai-nilai pancasila telah teramalkan dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri sejak dulu kala, zaman kutai hingga zaman pergerakan nasional, terdapat pada pola hidup masyarakatnya di zaman tersebut.
1.Zaman Kutai
Suatu bukti bahwa nilai pancasila telah hadir pada zaman kutai sebagai kerajaan pertama di Indonesia adalah ketika Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada Brahmana kemudian para Brahmana membangun 7 yupa sebagai tanda terimakasih.
Hal tersebut menunjukan bahwa nilai sosial politik, dan ketuhanan (dalam bentuk kerajaan,kenduri, dan sedekah pada Brahmana) telah ada pada periode itu, dimana bentuk kerajaan dengan agama dijadikan sebagai tali pengikat kewibawaan raja.
2.Zaman Sriwijaya
Pada zaman ini, berdirilah suatu kerajaan besar yang pernah ada di Indonesia , yaitu Sriwijaya. Sriwijaya mengatur sistem perdagangannya dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuha An vatakvurah sebagai pengawas dagangannya.
Demikian pula dengan sistem pemerintahannya, Sriwijaya telah memiliki pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang mengawasi pembangunan patung suci yang merupakan perlambang tuhan mereka. Tidak hanya itu, bukti kongkrit akan nilai ketuhanan pada zaman itu adalah dengan berdirinya Universitas agama Budha.
Bahkan cita-cita tentang kesejahteraan bersama telah tercermin dalam kerajaan sriwijaya yang berbunyi “marvuat vannua criwijaya siddhayatra subhiksa” (suatu cita-cita Negara yang adil dan makmur)
3.Zaman kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit berdiri, telah banyak kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur berdiri. Mereka membangun candi-candi sesuai agamanya masing masing, Hal ini menjurus pada sila pertama, yaitu ketuhanan.
Lalu, Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga mengadakan hubungan dagang dengan Benggala,Chola, dan champa. Hal ini berkaitan dengan nilai kemanusiaan.
Masih berdasarkan prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian, yang merupakan penerapan nilai-nilai sila kelima.
4.Zaman Majapahit
Dalam kitab yang berjudul Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca terdapat kata ‘pancasila’. Kemudian, dalam kitab berjudul sutasoma yang dikarang oleh Empu tantular terdapat seloka persatuan Nasional, yaitu ‘Bhinneka tunggal Ika’.
Sumpah palapa yang ketika itu diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada merupakan kejadian yang mencerminkan nilai-nilai sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia.
Dalam prasasti Brumbung disebutkan bahwa Raja Majapahit memiliki beberapa penasehat seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan I Halu. Hal itu menunjukan bahwa bermusyawarah dan bermufakat itu telah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.
5.Zaman Penjajahan
Di zaman yang buruk bagi bangsa Indonesia ini para penjajah menunjukan kesewenang-wenangannya dan mereka merebut hak-hak rakyat. Masyarakat yang merasakan tidak adanya keadilan sosial ini mulai memberontak. Pemberontakan itulah yang menjadi bukti bahwa Indonesia sebelum penjajah datang telah hidup dalam tatanan keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang merupakan perwujudan dari sila kelima.
6.Zaman Kebangkitan Nasional
Zaman ini merupakan titik awal dalam mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri. Berdirinya berbagai organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Serikat Dagang Islam, Indische Partij, dan Partai Nasional Indonesia ini menunjukan bahwa nilai-nilai sila keempat ini telah lama ditanamkan, yaitu nilai permusyawaratan, khususnya dalam berorganisasi.
Lalu, dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 juga memberikan kita pemahaman serta bukti bahwa pada waktu itu kesadaran akan persatuan telah dijunjung tinggi demi tercapainya suatu bangsa yang kuat.
Daftar pustaka :
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Jogjakarta: Paradigma
Hari pertama kuliah, pada awalnya saya mengira bahwa akan sama halnya dengan apa yang saya alami ketika kuliah pertama sebelumnya. Tapi tampaknya ada yang berbeda, dugaan saya salah, hari pertama disini,di Universitas Islam Indonesia tepatnya fakultas kedokteran, saya sudah dijejali berbagai macam sistem atau mekanisme perkuliahan, yang jujur saja, bagi saya itu sangat baru. Saya belum pernah menemui hal seperti itu sebelumnya. Sejuta pertanyaan dalam benak saya yang mungkin beberapa waktu ke depan bisa saya dapatkan jawabannya. Memang demikian karena hari pertama itu adalah hari tentang perkenalan sistem perkuliahan di fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Bentuk perkuliahan pertama ini lebih kepada diskusi panel dengan menghadirkan beberapa pakar di depan 137 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitaas Islam Indonesia angkatan 2011 yangprosesnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab setelah pemberian materi oleh para pakar. Entah mengapa ketika saya berada dalam komunitas baru saya lebih cenderung pendiam dan sedikit enggan untuk bertanya. Tapi sudahlah, toh pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak saya sedikit demi sedikit bisa terjawab.heehee
Ternyata, metode belajar yang digunakan dalam Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah Problem-based learning. Problem-based learning adalah suatu metode belajar dimana problem (masalah) itu merupakan dasar dari pembelajaran. Jadi, jika dijabarkan, Problem-based learning itu merupakan cara belajar dimana mahasiswa belajar membuat masalah, menganalisis masalah, dan menemukan jawaban dari masalah itu sendiri, dengan kata lain, Masalah disini adalah intinya. Dengan metode ini mahasiswa dilatih untuk menghadapi berbagai permasalahan dan bagaimana memecahkannya. Saya juga bingung dengan metode yang baru saya dengar ini, akan tetapi setelah para pakar dalam diskusi panel terus menampilkan slide demi slide dari sebuah infokus yang tergantung di ruangan kuliah umum yang cukup megah bagi saya, pikiran saya pun mulai terbuka dengan apa yang dimaksudkan dengan problem-based learning.
Di paragraph ini saya akan coba mendeskripsikan seperti apakah problem-based learning itu menurut apa yang saya pahami dan jalani selama satu minggu pertama perkuliahan dengan problem-based learning. Dalam problem-based learning ini, proses pembelajaran lebih sering dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok kecil yang terdiri dari 10 mahasiswa dan 1 tutor, kegiatan ini biasa disebut diskusi tutorial. Tutor disini bertugas hanya untuk mengawasi dan menilai diskusi, tidak untuk mengintervensi pada isi kegiatan diskusi. Diskusi tutorial dilaksanakan 3x(senin-Rabu-Jumat)/minggu/skenario. Nah, dalam kelompok kecil ini apa yang dilakukan? Kami diberi sebuah skenario, semacam pernyataan dalam beberapa kalimat atau paragraph. Lalu, kami menetapkan masalah dari pernyataan-pernyataan tersebut, entah dari kata-kata yang belum jelas ataukah maksud kalimat itu sendiri, yang penting apa yang kita pikirkan dan apa yang kita tidak ketahui itu bisa menjadi suatu masalah. Setelah itu, kami mendiskusikan masalah yang telah kami dapatkan dari skenario tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan jalan keluar atau jawaban dari masalah-masalah itu. Tugas kita disini bukan hanya untuk mengupas tuntas skenario akan tetapi membedah sedalam-dalamnya bacaan/skenario itu. Tentu saja kita memiliki keterbatasan wawasan untuk menghadapai masalah yang kita buat dari skenario tersebut. Oleh karena itu, skenario ditunda selang satu hari agar mahasiswa memiliki kesempatan mencari referensi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh mahasiswa. Setelah selang satu hari, diskusi tutorial kembali dimulai. Diskusi lanjutan dalam minggu ini menjadi ajang luap-luapan informasi yang telah didapat mahasiswa. Tiap mahasiswa dituntut untuk aktif menyampaikan apa yang mereka dapat dan tentu dengan menyebutkan landasan atau sumber referensi. Disini mahasiswa mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar karena mahasiswa dalam diskusi tutorial ini adalah harus bisa menyampaikan materi dari referensi yang didapat dan sebagai pendengar karena mahasiswa yang lain juga secara bergiliran ada waktunya mendengarkan penjelasan dari teman yang lain. Sekali lagi, tutor disini hanya mengawasi jalannya diskusi.
Selanjutnya, yang berbeda dengan proses diluar diskusi tutorial adalah kuliah pakar, dimana mahasiswa fakultas kedokteran satu angkatan berkumpul untuk menerima kuliah dari dosen ; diskusi panel, dimana mahasiswa fakultas kedokteran satu angkatan berkumpul untuk menghadiri semacam seminar yang menghadirkan beberapa pakar yang sudah jelas ahli dibidangnya untuk menyampaikan informasi kepada mahasiswa ; praktikum, ya praktik biasa seperti praktik biokimia, histologi,dan praktik IT ; serta kegiatan lainnya seperti mata kuliah universitas,skills practice dan keterapmilan medik. Nah, dari kuliah pakar dan diskusi panel itu lah mahasiswa mendapatkan prinsip-prinsip dasar teori yang mendukung pemecahan masalah dari skenario dalam diskusi tutorial. Hal itu juga sangat bermanfaat karena di tiap akhir skenario akan diadakan miniquiz yang beberapa soalnya kemungkinan diadopsi dari kuliah pakar dan diskusi panel, biasanya komponen soal terdiri dari 10 soal pilihan ganda sebagai tahap evaluasi pembelajaran. Miniquiz ini dilaksanakan ketika hari ketiga diskusi tutorial atau hari jumat.
Tentu berbeda dengan metode belajar konvensional, dimana dosen yang lebih banyak berbicara dan menjejalkan materi kepada mahasiswa. Mahasiswa dengan metode ini cenderung pasif dan kurang berkembang karena mahasiswa hanya dituntut untuk menerima dan menerima terus menerus. Paradigma yang hadir adalah teaching paradigm bukan learning paradigm. Kesempatan bertanya mereka sangat sedikit. Lalu, disisi lain , sang dosen hanya mengajarkan materi yang dosen ketahui saja. Mahasiswa tidak dilibatkan secara aktif untuk berdiskusi, tidak dibiasakan dengan berpikir kritis dan kreatif. Sudah barang tentu, mahasiswa nantinya akan hanya belajar untuk ujian saja bukan untuk memahami dan mampu memecahkan masalah. Peluang untuk mengingat dengan long-term memory disini sangat kecil. Materi pembelajaran tidak bisa melekat lama dan permanen pada metode konvensional ini karena mahasiswa hanya mendengar saja. Sedangkan di problem-based learning, mahasiswa bukan hanya mendengar akan tetapi melihat, memahami, dan dituntut untuk bisa menjelaskan sehingga daya ingatnya otomatis meningkat dan menjadi tidak mudah lupa.
Sebagian besar fakultas kedokteran di Indonesia menggunakan metode belajar ini, problem-based learning, metode yang diciptakan pertamakalinya di Kanada, tepatnya di McMaster University pada tahun 1969. Saya pribadi berpendapat mengapa kebanyakan prodi pendidikan dokter menggunakan problem-based learning. Alasan yang paling pokok adalah karena mereka para mahasiswa calon dokter nantinya akan selalu dihadapkan dengan masalah-masalah dalam pekerjaannya. Masalah yang dihadapi bukan main main, mereka menghadapi penyakit yang diderita pasien, yang tentu saja berhubungan langsung dengan manusia sebagai objeknya. Agar mampu melalui dan terbiasa dengan masalah-masalah tersebut maka metode pembelajaran yang dibutuhkan adalah metode yang menjadikan masalah sebagai inti dari pembelajaran para mahasiswa. Bukankah seorang dokter tidak hanya bertugas untuk mengobati dan melayani pasien, Seorang dokter juga dituntut untuk menjadi community leader, decision maker, communicator, dan manager. Smua itu dilatih dalam metode problem-based learning dengan tujuan membentuk five-star doctor.
Adapula hambatan-hambatan atau kesulitan yang saya alami dalam metode belajar seperti ini pada minggu pertama ,yaitu karena saat ini mahasiswa masih hangat-hangatnya dan semangatnya masih menggebu-gebu sehingga saya sendiri seringkali kewalahan mencari referensi atau sumber pustaka di perpustakaan dimana buku-buku yang saya butuhkan telah habis terlebih dulu dipinjam oleh mereka. Saya mencoba duduk di hadapan komputer perpustakaan untuk melihat katalog buku , memperhatikan secara perlahan dalam benak saya judul dan kode buku yang menjadi petunjuk dimana buku tersebut berada. Seketika saja judul dan kode buku muncul, otomatis saya langsung beranjak dari hadapan komputer menuju rak buku tersebut dengan meninggalkan tas dan barang bawaan saya yang tergeletak di atas meja komputer tadi. Saya telusuri secara saksama dan tetap fokus melihat kode buku dan judulnya , tapi apa daya, buku tersebut tampaknya sedang tidak tersedia alias habis dipinjam oleh teman seangkatan saya. Dengan perasaan sedikit kurang bergairah, saya langsung bergegas mengambil tas dan barang bawaan saya dan keluar dari perpustakaan menuju tempat parkir yang berada tepat didepan gedung rektorat dimana motor saya berada. Setelah saya pulang dan sampai di kosan, saya langsung menyalakan laptop acer hitam saya dan menyalakan fasilitas wi-fi yang ada di Handphone samsung android saya agar laptop saya bisa mengakses internet. Akhirnya, sebagai jalan terakhir, saya hanya bisa mencari referensi yang ada di internet , tentunya tidak sembarangan referensi yang saya kutip. Saya mengutip dari e-book yang jelas pengarang atau penulisnya siapa. Satu hal yang membuat saya malas mencari referensi di internet adalah dikala akses internet dari provider yang saya gunakan terlalu lambat sehingga banyak menghabiskan waktu mencari referensi daripada memahami isinya.
Saya berharap agar hambatan-hambatan tersebut tidak lagi saya temui ketika masuk ke blok selanjutnya yang menyangkut ilmu biomedis. Jika materi sudah menyentuh ilmu biomedis, saya mungkin bisa bernapas lebih lega karena referensi yang bisa saya temui dengan mudah tersedia cukup banyak di perpustakaan. Andaikan di perpustakaan habis, saya masih mempunyai CD interaktive learning kedokteran yang bisa saya gunakan di laptop pribadi saya atau saya juga dapat login ke digilab, perpustakaan digital, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Dengan demikian, hal yang perlu digarisbawahi sekarang adalah tuntutan tersedianya akses internet yang canggih di kosan dan tuntutan pada diri saya untuk menguasai bahasa Inggris, khususnya literatur kedokteran. Mau tidak mau, bahasa inggris sekarang menjadi syarat mutlak mahasiswa kedokteran yang tidak ingin ketinggalan zaman karena hampir semua literatur dan jurnal-jurnal terbaru kedokteran itu berasal dari luar negeri dan menggunakan bahasa inggris.
Ini dia Kuliah yang saya harapakan sejak lama, dimana proses perkuliahan itu sangat berbeda dengan proses sekolah biasa. Mahasiswa yang dituntut mandiri dan dewasa untuk menghadapi proses pembelajaran dan penempaan diri ini. Barangsiapa yang tidak pandai mengatur waktu, mandiri dan dewasa maka impian untuk menjadi dokter atau minimal lulus tepat waktu bisa sirna begitu saja. This is just the beginning, Go Ahead and grab the future !!!
GET READY TO BE AN ISLAMIC FIVE-STAR DOCTOR AND LIFELONG LEARNER !!!!!!!!