Minggu, 25 September 2011

Metode pembelajaran di FK UII


Hari pertama kuliah, pada awalnya saya mengira bahwa akan sama halnya dengan apa yang saya alami ketika kuliah pertama sebelumnya. Tapi tampaknya ada yang berbeda, dugaan saya salah, hari pertama disini,di Universitas Islam Indonesia tepatnya fakultas kedokteran, saya sudah dijejali berbagai macam sistem atau mekanisme perkuliahan, yang jujur saja, bagi saya itu sangat baru. Saya belum pernah menemui hal seperti itu sebelumnya. Sejuta pertanyaan dalam benak saya yang mungkin beberapa waktu ke depan bisa saya dapatkan jawabannya. Memang demikian karena hari pertama itu adalah hari tentang perkenalan sistem perkuliahan di fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Bentuk perkuliahan pertama ini lebih kepada diskusi panel dengan menghadirkan beberapa pakar di depan 137 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitaas Islam Indonesia angkatan 2011 yang  prosesnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab setelah pemberian materi oleh para pakar. Entah mengapa ketika saya berada dalam komunitas baru saya lebih cenderung pendiam dan sedikit enggan untuk bertanya. Tapi sudahlah, toh pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak saya sedikit demi sedikit bisa terjawab.heehee
Ternyata, metode belajar yang digunakan dalam Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah Problem-based learning. Problem-based learning adalah suatu metode belajar dimana problem (masalah) itu merupakan dasar dari pembelajaran. Jadi, jika dijabarkan, Problem-based learning itu merupakan cara belajar dimana mahasiswa belajar membuat masalah, menganalisis masalah, dan menemukan jawaban dari masalah itu sendiri, dengan kata lain, Masalah disini adalah intinya. Dengan metode ini mahasiswa dilatih untuk menghadapi berbagai permasalahan dan bagaimana memecahkannya. Saya juga bingung dengan metode yang baru saya dengar ini, akan tetapi setelah para pakar dalam diskusi panel terus menampilkan slide demi slide dari sebuah infokus yang tergantung di ruangan kuliah umum yang cukup megah bagi saya, pikiran saya pun mulai terbuka dengan apa yang dimaksudkan dengan problem-based learning.
Di paragraph ini saya akan coba mendeskripsikan seperti apakah problem-based learning itu menurut apa yang saya pahami dan jalani selama satu minggu pertama perkuliahan dengan problem-based learning. Dalam problem-based learning ini, proses pembelajaran lebih sering dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok kecil yang terdiri dari 10 mahasiswa dan 1 tutor, kegiatan ini biasa disebut diskusi tutorial. Tutor disini bertugas hanya untuk mengawasi dan menilai diskusi, tidak untuk mengintervensi pada isi kegiatan diskusi. Diskusi tutorial dilaksanakan 3x(senin-Rabu-Jumat)/minggu/skenario. Nah, dalam kelompok kecil ini apa yang dilakukan? Kami diberi sebuah skenario, semacam pernyataan dalam beberapa kalimat atau paragraph. Lalu, kami menetapkan masalah dari pernyataan-pernyataan tersebut, entah dari kata-kata yang belum jelas ataukah maksud kalimat itu sendiri, yang penting apa yang kita pikirkan dan apa yang kita tidak ketahui itu bisa menjadi suatu masalah. Setelah itu, kami mendiskusikan masalah yang telah kami dapatkan dari skenario tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan jalan keluar atau jawaban dari masalah-masalah itu. Tugas kita disini bukan hanya untuk mengupas tuntas skenario akan tetapi membedah sedalam-dalamnya bacaan/skenario itu. Tentu saja kita memiliki keterbatasan wawasan untuk menghadapai masalah yang kita buat dari skenario tersebut. Oleh karena itu, skenario ditunda selang satu hari agar mahasiswa memiliki kesempatan mencari referensi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh mahasiswa. Setelah selang satu hari, diskusi tutorial kembali dimulai. Diskusi lanjutan dalam minggu ini menjadi ajang luap-luapan informasi yang telah didapat mahasiswa. Tiap mahasiswa dituntut untuk aktif menyampaikan apa yang mereka dapat dan tentu dengan menyebutkan landasan atau sumber referensi. Disini mahasiswa mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar karena mahasiswa dalam diskusi tutorial ini adalah harus bisa menyampaikan materi dari referensi yang didapat dan sebagai pendengar karena mahasiswa yang lain juga secara bergiliran ada waktunya mendengarkan penjelasan dari teman yang lain. Sekali lagi, tutor disini hanya mengawasi jalannya diskusi.
Selanjutnya, yang berbeda dengan proses diluar diskusi tutorial adalah kuliah pakar, dimana mahasiswa fakultas kedokteran satu angkatan berkumpul untuk menerima kuliah dari dosen ; diskusi panel, dimana mahasiswa fakultas kedokteran satu angkatan berkumpul untuk menghadiri semacam seminar yang menghadirkan beberapa pakar yang sudah jelas ahli dibidangnya untuk menyampaikan informasi kepada mahasiswa ; praktikum, ya praktik biasa seperti praktik biokimia, histologi,dan praktik IT ; serta kegiatan lainnya seperti mata kuliah universitas,skills practice dan keterapmilan medik. Nah, dari kuliah pakar dan diskusi panel itu lah mahasiswa mendapatkan prinsip-prinsip dasar teori yang mendukung pemecahan masalah dari skenario dalam diskusi tutorial. Hal itu juga sangat bermanfaat karena di tiap akhir skenario akan diadakan miniquiz yang beberapa soalnya kemungkinan diadopsi dari kuliah pakar dan diskusi panel, biasanya komponen soal terdiri dari 10 soal pilihan ganda sebagai tahap evaluasi pembelajaran. Miniquiz ini dilaksanakan ketika hari ketiga diskusi tutorial atau hari jumat.
Tentu berbeda dengan metode belajar konvensional, dimana dosen yang lebih banyak berbicara dan menjejalkan materi kepada mahasiswa. Mahasiswa dengan metode ini cenderung pasif dan kurang berkembang karena mahasiswa hanya dituntut untuk menerima dan menerima terus menerus. Paradigma yang hadir adalah teaching paradigm bukan learning paradigm. Kesempatan bertanya mereka sangat sedikit. Lalu, disisi lain , sang dosen hanya mengajarkan materi yang dosen ketahui saja. Mahasiswa tidak dilibatkan secara aktif untuk berdiskusi, tidak dibiasakan dengan berpikir kritis dan kreatif. Sudah barang tentu, mahasiswa nantinya akan hanya belajar untuk ujian saja bukan untuk memahami dan mampu memecahkan masalah. Peluang untuk mengingat dengan long-term memory disini sangat kecil. Materi pembelajaran tidak bisa melekat lama dan permanen pada metode konvensional ini karena mahasiswa hanya mendengar saja. Sedangkan di problem-based learning, mahasiswa bukan hanya mendengar akan tetapi melihat, memahami, dan dituntut untuk bisa menjelaskan sehingga daya ingatnya otomatis meningkat dan menjadi tidak mudah lupa.
Sebagian besar  fakultas kedokteran di Indonesia menggunakan metode belajar ini, problem-based learning, metode yang diciptakan pertamakalinya di Kanada, tepatnya di McMaster University pada tahun 1969. Saya pribadi berpendapat mengapa kebanyakan prodi pendidikan dokter menggunakan problem-based learning. Alasan yang paling pokok adalah karena mereka para mahasiswa calon dokter nantinya akan selalu dihadapkan dengan masalah-masalah dalam pekerjaannya. Masalah yang dihadapi bukan main main, mereka menghadapi penyakit yang diderita pasien, yang tentu saja berhubungan langsung dengan manusia sebagai objeknya. Agar mampu melalui dan terbiasa dengan masalah-masalah tersebut maka metode pembelajaran yang dibutuhkan adalah metode yang menjadikan masalah sebagai inti dari pembelajaran para mahasiswa. Bukankah seorang dokter tidak hanya bertugas untuk mengobati dan melayani pasien, Seorang dokter juga dituntut untuk menjadi community leader, decision maker, communicator, dan manager. Smua itu dilatih dalam metode problem-based learning dengan tujuan membentuk five-star doctor.
Adapula hambatan-hambatan atau kesulitan yang saya alami dalam metode belajar seperti ini pada minggu pertama ,yaitu karena saat ini mahasiswa masih hangat-hangatnya dan semangatnya masih menggebu-gebu sehingga saya sendiri seringkali kewalahan mencari referensi atau sumber pustaka di perpustakaan dimana buku-buku yang saya butuhkan telah habis terlebih dulu dipinjam oleh mereka. Saya mencoba duduk di hadapan komputer perpustakaan untuk melihat katalog buku , memperhatikan secara perlahan dalam benak saya judul dan kode buku yang menjadi petunjuk dimana buku tersebut berada. Seketika saja judul dan kode buku muncul, otomatis saya langsung beranjak dari hadapan komputer menuju rak buku tersebut dengan meninggalkan tas dan barang bawaan saya yang tergeletak di atas meja komputer tadi. Saya telusuri secara saksama dan tetap fokus melihat kode buku dan judulnya , tapi apa daya, buku tersebut tampaknya sedang tidak tersedia alias habis dipinjam oleh teman seangkatan saya. Dengan perasaan sedikit kurang bergairah, saya langsung bergegas mengambil tas dan barang bawaan saya dan keluar dari perpustakaan menuju tempat parkir yang berada tepat didepan gedung rektorat dimana motor saya berada. Setelah saya pulang dan sampai di kosan, saya langsung menyalakan laptop acer hitam saya dan menyalakan fasilitas wi-fi yang ada di Handphone samsung android saya agar laptop saya bisa mengakses internet. Akhirnya, sebagai jalan terakhir, saya hanya bisa mencari referensi yang ada di internet , tentunya tidak sembarangan referensi yang saya kutip. Saya mengutip dari e-book yang jelas pengarang atau penulisnya siapa. Satu hal yang membuat saya malas mencari referensi di internet adalah dikala akses internet dari provider yang saya gunakan terlalu lambat sehingga banyak menghabiskan waktu mencari referensi daripada memahami isinya.
Saya berharap agar hambatan-hambatan tersebut tidak lagi saya temui ketika masuk ke blok selanjutnya yang menyangkut ilmu biomedis. Jika materi sudah menyentuh ilmu biomedis, saya mungkin bisa bernapas lebih lega karena referensi yang bisa saya temui dengan mudah tersedia cukup banyak di perpustakaan. Andaikan di perpustakaan habis, saya masih mempunyai CD interaktive learning kedokteran yang bisa saya gunakan di laptop pribadi saya atau saya juga dapat login ke digilab, perpustakaan digital, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Dengan demikian, hal yang perlu digarisbawahi sekarang adalah tuntutan tersedianya akses internet yang canggih di kosan dan tuntutan pada diri saya untuk menguasai bahasa Inggris, khususnya literatur kedokteran. Mau tidak mau, bahasa inggris sekarang menjadi syarat mutlak mahasiswa kedokteran yang tidak ingin ketinggalan zaman karena hampir semua literatur dan jurnal-jurnal terbaru kedokteran itu berasal dari luar negeri dan menggunakan bahasa inggris.
Ini dia Kuliah yang saya harapakan sejak lama, dimana proses perkuliahan itu sangat berbeda dengan proses sekolah biasa. Mahasiswa yang dituntut mandiri dan dewasa untuk menghadapi proses pembelajaran dan penempaan diri ini. Barangsiapa yang tidak pandai mengatur waktu, mandiri dan dewasa maka impian untuk menjadi dokter atau minimal lulus tepat waktu bisa sirna begitu saja. This is just the beginning, Go Ahead and grab the future !!!
GET READY TO BE AN ISLAMIC FIVE-STAR DOCTOR AND LIFELONG LEARNER !!!!!!!!

1 komentar:

  1. Ass.
    Saya orang tua dari Nina, yang ingin sekali sekolah di UII jogja.
    Masalahnya saya ada di Jakarta dan khawatir tertinggal informasinya.
    Mohon kiranya dapat dibantu informasi by SMS ke hp saya di 0817743167
    Tentang tanggal pembukaan penerimaan dan test mahasiswa baru kedokteran, dari proses awal, baik yang Mandiri maupun yang bukan Mandiri.
    Terima kasih bantuannya
    Salam kenal.

    Rini

    BalasHapus

Terimakasih atas komentarnya